Manusia dan Kebudayaan

            Banyaknya pertanyaan inilah yang menyebabkan manusia befikir akan dirinya, akan keberadaannya, akan kelangsungan hidupnya, dan akan segala keinginannya. Proses berfikir inilah kemudian berkembang menjadi ilmu pengetahuan, yang dipergunakan sebagai alat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Karena bagaimanapun juga faktor utama yang paling diperlukan manusia adalah kehidupan.
Oleh sebab itulah maka semakin berkembangnya ilmu pengetahuan sebagai akibat dari makin berkembangnya tantangan yang dihadapi, membawa manusia makin kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan segala peluang yang ada dalam mengatasi segala kekurangan dan kelemahannya dalam upaya mempertahankan hidupnya yang berdampak pula pada munculnya keinginan memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang lain.
Akibat semakin banyaknya keinginan manusia untuk memenuhi tuntutan kebutuhannya, memaksa manusia satu dengan yang lain bersepakat mengikatkan diri bekerjasama untuk saling memenuhi kekurangannya. Proses kerjasama  secara turun temurun  inilah  yang berkembang menjadi budaya.
Secara hakikat manusia dibagi menjadi dua, yaitu hakikat raga dan hakikat jiwa. Raga manusia memiliki banyak kesamaan dengan makhluk hidup yang lain, yaitu unsur fisik amupun kimiawi. Raga manusia dituntut untuk tumbuh dan berkembang menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.  Seorang bayi mengalami proses penyempurnaan diri, mulai dari ketidakmampuan menggenggam samapai dengan
kemampuan memasukkan makanan kedalam mulutnya. Hal ini menandakan ada proses perkembangan bagian tangan untuk menunjang gerak motorik si bayi.
Tetapi gerakan si bayi tidaklah semata-mata hanya karena unsur ragawi saja, masih ada unsur yang lain yaitu kehendak/ nafsu. Dalam hal ia menginginkan sesuatu maka unsur kehendaklah yang akan mengkontrol gerakan ragawi manusia. Unsur kehendak berasal dari jiwa manusia. Dalam hal ini jiwa dapat dikatakan sebagai sumber kekuatan  yang terdiri dari akal , rasa dan kehendak.
Dalam hal menyikapi jiwa ini, terdapat dua sudut padang yang berbeda, yaitu pandangan timur dan barat. Menurut pandangan timur, penjelmaan jiwa adalah rasa (rasa yang dimaksud disini adalah rasa dalam upaya pencapaian nilai estetika, bukan pada rasa yang muncul sehari-hari), sedangkan pandangan barat menyatakan jiwa adalah pikiran. Adanya perbedaan sudut pandang inilah yang menyebabkan munculnya perbadaan dalam menyikapi suatu obyek tertentu. Menurut Rabindranath Tagore yang mewakili pandangan timur, ada kesatuan fundamental antara manusia dan alam, harmoni antara individu dan kosmos, sehingga muncul kecendrungan manusia timur  “berteman” dengan dunia.  Berbanding terbalik dengan pandangan barat yang ingin  “ menguasai”  dunia.
Manusia berdasarkan sudut pandang ilmu-ilmu sosial merupakan makhluk yang ingin memperoleh keuntungan atau selalu memperhitungkan setiap kegiatan (homo economicus), manusia sebagai makhluk sosial, manusia sebagai makhluk yang ingin punya kekuasaan, ataupun sebagai makhluk berbudaya (homo humanus).
Sigmund Freud dalam teori psikoanalisnya, membagi manusia menjadi tiga sudut kepribadian, yaitu:
  1. Id (alam bawah sadar), yaitu dorongan/hasrat libido sebagai ciri alami manusia, yaitu ingin memperoleh kepuasan instingtual libidinal baik langsung maupun dalam khayalannya.
  2. Ego (alam sadar) adalah terciptanya suatu kesadaran internal dari diri manusia untuk mengkontrol tingkah lakunya sesuai dengan tuntutan lingkungan.
  3. Super ego, adalah struktur kepribadian akhir yang terbentuk akibat pengaruh lingkungan eksternal dan merupakan kesatuan standar-standar moral yang telah diterima oleh ego. Sehingga ditingkat ini manusia telah memiliki kaidah nilai etika terhadap objek yang ada dalam lingkungan.
Dari sudut perasaan, manusia memiliki dua macam perasaan, yaitu indrawi dan rohani. Perasaan indrawi adalah rangsangan jasmani melalui panca indra, sedangkan rangsangan rohani adalah merupakan perasaan luhur yang hanya terdapat pada manusia, misalnya : perasaan intelektual, etis, estetika, perasaan diri, perasaan sosial, dan perasaan religius.
Dari segala uraian diatas maka dapat dikatakan manusia adalah merupakan makhluk individual sekaligus sebagai makhluk sosial, Sebagai makhluk sosial dalam upaya pencapaian kebutuhannya manusia harus berhadapan dengan manusia lain yang juga mempunyai kepentingan untuk memenuhi kebutuhan individualnya, sehingga kerap terjadi suatu konflik kepentingan antara manusia, sebagai jalan tengah akhirnya dimunculkan suatu nilai bersama yang disebut dengan etika bersama. Etika bersama
inilah yang kemudian secara turun temurun menjadi suatu norma bersama dan akhirnya berkembang menjadi budaya.
Dalam bahasa latin budaya (colore) diartikan mengelola tanah yaitu segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal budi (pikiran) manusia dengan tujuan untuk mengolah tanah atau tempat tinggalnya atau dapat pula diartikan sebagai usaha manusia untuk dapat melangsungkan dan mempertahankan hidupnya di dalam lingkungan. Budaya dapat pula diartikan sebagai himpunan pengalaman yang dipelajari, mengacu pada pola-pola prilaku yang disebarkan secara sosial, dan akhirnya menjadi kekhususan kelompok sosial tertentu.
Setiap kebudayaan berakar pada sudut pandang serta pola penyikapan kelompok sosial tertentu terhadap apa yang dibutuhkannya. Itu semua tak terlepas pada kondisi alam lingkungannya, sehingga  terjadilah perbadaan antara sudut pandang timur dan sudut pandang barat. Alam lingkungan yang subur menghasilkan berbagai kekayaan hayati dan non hayati yang menyediakan pemenuhan atas kebutuhan fiilnya telah membentuk budaya timur menjadi budaya yang berpola tidak kompetitif, kurang kreatif dan cenderung kooperatif. Sedangkan alam yang tidak subur akan menghasilkan  budaya yang kreatif dalam mencari pemecahan konflik pemenuhan kepuasan fiil, dan cenderung bersaing secara individualistik.
Tetapi seiring dengan makin berkembangnya permasalahan yang harus dihadapi manusia, seperti makin banyaknya populasi manusia, makin berkurangnya sumber daya alam, dan makin menguatnya persaingan atas keinginan manusia individualistik untuk bisa memenuhi kebutuhannya, terjadilah perkembangan kebudayaan yang berakibat adanya penyerapan budaya yang satu dengan yang lain sebagai side effect dari usaha pencarian sumber daya alam, maka munculah proses pergeseran kebudayaan diakibatkan perubahan pandangan moral maupun etika dalam suatu masyarakat tertentu.
Proses itu bisa berupa pertukaran ilmu pengetahuan, pertukaran sumber alam, pendidikan, informasi dan sebagainya. Hal inilah yang menjadi polemik yang berkepanjangan antara sudut pandang timur dengan sudut pandang barat, tentang pemberian makna dan nilai pada suatu permasalahan yang ada. Seiring dengan polemik yang terjadi itulah muncul sintesa dari dialektika timur versus barat yaitu internasionalisme.
Kebudayaan Internasional versus Kebudayaan Timur dan Kebudayaan Barat
           Alvin Tofler dalam gelombang budayanya menyebutkan tahap perubahan tingkat budaya suatu masyarakat, yaitu:
a. Agriculture, bercirikan sebagai kehidupan masyarakat petani yang hidup dari alam  
                        yang subur sehingga hanya sedikit masalah yang harus dipecahkannya.
b. Industri,   semakin banyaknya populasi dan semakin berkurangnya sumber daya alam yang ada sangat mempengaruhi daya kreatifitas manusia untuk memecahkan masalah kebutuhan fiilnya, sehingga berkembangnya industri dalam rangka memaksimalkan pengolahan sumber daya alam yang ada. Dalam kondisi ini manusia menjadi semakin individual karena saling berebut alat pemuas kebutuhannya.
c. Informasi,  Semakin bertambahnya populasi manusia, semakin sedikit pula sumber daya yang tersedia menyebabkan kelompok masyarakat harus mencari sumber dari wilayah kelompok masyarakat yang lain. Keadaan inilah yang menyebabkan manusia saling berlomba mencari dan bertukar informasi tentang sumber pemenuhan kebutuhannya.
d. Demokratisasi/Internasionalisasi, adalah tahap kesadaran manusia sebagai makhluk sosial yang hidupnya sangat tergantung pada manusia yang lain dalam rangka pemenuhan kebutuhannya, maka batas kelompok masyarakat sudah sangat meluas keseluruh penjuru dunia, pertukaran informasi berubah menjadi proses kerjasama saling menguntungkan dari setiap manusia maupun kelompok masyarakat. Masyarakat tidak lagi terikat dalam satu kelompok masyarakat diwilayah tertentu, karena kelompok baru yang terbentuk bukan berdasarkan batas wilayah yang ada, tetapi pada kesamaan kepentingan.
Kebutuhan manusia yang harus dipenuhi menurut Maslow dibagi menjadi lima, yaitu: kebutuhan fiil (dasar), yang apabila telah terlampaui akan merambah ke kebutuhan  lain yaitu rasa aman, kebutuhan akan kehidupan sosial, kebutuhan atas penghargaan, sampai pada kebutuhan akan realisasi diri.
Ternyata kebutuhan manusia sangatlah tidak terbatas, manusia tidak akan pernah puas dengan apa yang sudah didapatnya. Adanya faktor psikologis Id yang menyeruak dari alam bawah sadar manusia. Adanya system nilai etika maupun norma dalam kehidupan bermasyarakat yang harus dipatuhi mengakibatkan manusia mengalami konflik intern dalam dirinya maupun ekstern dengan manusia yang lain.

No Response to "Manusia dan Kebudayaan"

Posting Komentar


Supported by Doteasy.com -The Free Web Hosting Provider
Wordpress Theme by Graph Paper Press

Copyright 2010 by Work-a-holic Blogger Template.
Blogger Template by Blogspot Templates