MANUSIA DAN KEADILAN

A. PENGERTIAN KEADILAN
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan
diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu
sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang terscbut
mempunyai kesarnaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus
memperoleh benda atau hasil yang sama. kalau tidak sama, maka masing-masing orang akan
menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proporsi tersehut berarti
ketidak adilan.
Keadilan oleh Plato diproycksikan pada diri manusia schingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan din, dan pcrasaannya dikendalikan otch akal.
Lain lagi pendapat Socrates yang memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan balk. Mengapa diproycksikan pada pemcrintah, schab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
Kong Hu Cu berpendapat lain : Keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, hila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajihannya. Pcndapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau discpakati.
Menurut pendapat yang lebih urnurn dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.
Berdasarkan kesadaran etis, kita diminta untuk tidak hanya menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban. Jika kita hanya menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban, maka sikap dan tindakan kita akan mengarah pada pemerasan dan memperbudak orang lain. Sebaliknya pula jika kita hanya menjalankan kewajiban dan lupa menuntut hak, maka kita akan mudah diperbudak atau diperas orang lain.
Sebagai contoh, seorang karyawan yang hanya menuntut hak kenaikan upah tanpa
meningkatkan hasil kerjanya tentu cenderung disebut memeras. Sebaliknya pula, seorang
majikan yang tens menerus menggunakan tenaga orang lain, tanpa memperhatikan kenaikan
upah dan kesejahteraannya, maka perbuatan itu menjurus kepada sifat memperbudak orang
atau pegawainya. Oleh karena itu, untuk memperoleh keadilan, misalnya, kita menuntut
kenaikan upah; sudah tentu kita harus berusaha meningkatkan prestasi kerja kita. Apabila kita
menjadi majikan, kita hares memikirkan keseimbangan kerja mereka dengan upah yang
diterima.

B. KEADILAN SOSIAL
Berbicara tentang keadilan, Anda tentu ingat akan dasar negara kita ialah Pancasila. Sila kelima Pnacasila, berbunyi : "keadilan social bagi selunih rakyat Indonesia."
Dalam dokumen lahimya Pancasila diusulkan oleh Bung Kamo adanya prinsip kesejahteraan sebagai salah satu dasar negara. Selanjutnya prinsip itu dijelaskan sebagai prinsip "tidak ada kerniskinan di dalam Indonesia merdeka". Dan usul dan penjelasan itu nampak adanya pembauran pengertian kesejahteraan dan keadilan.
Bung Hatta dalam uraiannya mengenai sila "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" menulis sebagai berikut " keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur." Selanjutnya diuraikan bahwa pars pemimpin Indonesia yang menyusun UUD 45 percaya bahwa cita-cita keadilan sosial dalam bidang ekonomi ialah dapat mencapai kemakmuran yang merata. Langkah-langkah menuju kemakmuran yang merata diuraikan secara terperinci

Panitia ad-hoc majelis permusyawaratan rakyat sementara 1966 memberikan perurnusan sebagai berikut :

"Sila keadilan sosial mengandung prinsip bahwa setiap orang di Indonesia akan
mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, ekonomi dan
kebudayaan".
Dalam ketetapan MPR RI No.I1/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan
pengamalan pancasila (ekaprasetia pancakarsa) dicantumkan ketentuan sebagai berikut :
Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia".
Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni :
1)     perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
2)     Sikap adil terhadap sesarna, menjaaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta
menghonnati hak-hak orang lain.
3)     sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan
4) sikap suka bekerja kerns
5)     sikap menghargai hasil karya orang lain yang bemianfaat untuk mencapai kemajuan dan
kesejahteraan bersama
Asas yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan dituangkan dalam berbagai
langkah dan kegiatan, antara lain melalui delapan jalur pemerataan, yaitu : 1) pemerataan
pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan penimahan. (2)
pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. (3) pemerataan pembagian
pendapataan (4) pemerataan kesempatan kerja. (5) pemerataan kesempatan berusaha (6)
pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita. (7) pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air. (8) pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
Keadilan dan ketidak adilan tidak dapat dipisahkan dalarn kehidupan manusia karena dalam ludupnya manusia menghadapi keadilan / ketidakadilan setiap hari. Oleh sebab itu keadilan dan ketidakadilan, menimbulkan daya kreativitas manusia. Banyak hasil seni lahir dari imajinasi ketidakadilan, seperti dranma, puisi, novel, musik dan lain-lain.

C. BERBAGAI MACAM KEADILAN

A) Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalarn suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasamya paling cocok baginya (Tha man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan, Sunoto menyebutnya keadilan legal.
Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang
selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud
dalam masyarakt bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik
menurut kemampuannya. Fungsi penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam negara kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya.
Ketidakadilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan ketidakserasian. Misalnya, seorang pengurus kesehatan mencampuri unisan pendidikan, atau seorang petugas pertanian mencampuri urusan petugas kehutanan. Bila itu dilakukan maka akan terjadi kekacauan.

B. Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally). Sebagai contoh, Ali bekerja 10 tahun dan Budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata Ali menerima Rp. 100.000,- maka Budi harus menerima. Rp 50.000. Akan tetapi bila besar hadian Ali dan Budi sama, justru hal tersebut tidak adil.

C. Keadilan Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
Contoh :
dr. Sukartono dipanggil seorang pasien, Yanti namanya. Sebagai seorang dokter is manjalankan tugasnya dengan baik. Sebaliknya, Yanti menanggapi lebih baik lagi. Akibatnya, hubungan mereka berubah dari dokter dan pasien menjadi dua insan lain jenis yang saling mencintai. Bila dr. Sukartono belum berkeluarga mungkin keadaan akan baik saja, ada keadilan komutatif. Akan tetapi, karena dr.Sukartono sudah berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah tangga, bahkan akan menghancurkan rumah tangga. Karena dr.Sukartono melalaikan kewajibannya sebagai suami, sedangkan Yanti merusak rumah tangga dr.Sukartono.

D. KEJUJURAN
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan had nuraninya
apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu
adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari
perhuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan
perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama dengan perbuatannya. Karena
itu jujur berarti juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir malalui kata-kata ataupun
yang masih terkandung dalam hati nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat.
Seseorang yang tidak menepati niatnya berarti mendustai diri sendiri. Apabila niat telah
terlahir dalam kata-kata, padahal tidak ditepati, maka kebohongannya disaksikan orang lain.
Sikap jujur perlu dipelajari oleh setiap orang, sebab kejujuran mewujudkan keadilan, sedang
keadilan mununtut kemuliaan abadi, jujur memberikan keberaniaan dan ketentranian Kati,
serta menyucikan lagi pula membuat luhumya budi pekerti. Seseorang nr'tahil dapat memeluk
agama dengan sempuma, apabila lidahnya tidak suci. Teguhlah pada kebenaran, sekalipun
kejujuran dapat merugikanniu, serta jangan pula berdusta, walaupun dustamu dapat
menguntungkanmu.
Barangsiapa berkata jujur serta bertindak sesuai dengan kenyataan, artinya orang itu berbuat benar.
Orang bodoh yang jujur adalah lebih balk daripada orang pandai yang lancung. Barangsiapa tidak dapat dipercaya tutur katanya, atau tidak menepati janji dan kcsanggupannya, termasuk golongan orang munalik sehingga tidak menerima betas kasihan Tuhan.
Pada hakekatnya jujur atau kejujuran dilandasi olch kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama hak dan kewajihan, serta rasa takut tcrhadap kesalahan atau dosa.
Adapun kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri kita sendiri karena kita melihat diri kita sendiri berhadapan dengan hal baik buruk. Disitu manusia dihadapkan kepada pilihan antara yang halal dan yang Karam, yang botch dan yang tidak boleh dilakukan, meskipun dapat dilakukan. Dalam hal ini kita melihat sesuatu yang spesitik atau khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada soal tentang jujur dan tidak jujur, patut dan tidak patut, adil dan tidak adil, dan sebagainya.
Kejujuran bersangkut Brat dengan masalah nurani. Mcnurut M.Alamsyah dalam bukunya
Budi Nurani, filsafat berfikir, yang disebut nurani adalah sebuah wadah yang ada dalam
perasaan manusia. Wadah ini menyimpan suatu getaran kejujuran, ketulusan dalarn mcneropong
kebenaran lokal maupun kebenaran Illahi. (M.Alamsyah,1986:83). Nurani yang
diperkembangkan dapat menjadi budi nurani yang merupakan wadah yang menyimpan keyakinan. Jadi getaran kejujuran ataupun ketulusan dapat ditingkatkan menjadi suatu keyakinan, dan alas diri keyakinannya maka seseorang diketahui kepribadiannya. Orang yang memiliki ketulusan tinggi akan memiliki keyakinan yang matang, sehaliknya orang yang hatinya tidak bersih dan mau berpikir curang, memiliki kepribadian yang huruk dan rendah dan sering tidak yakin pada dirinya. Karena apa yang ada dalam nuraninya banyak dipengaruhi oleh pemikirannya yang kadang-kadang justru bertentangan.
Bertolok ukur hati nurani, seseorang dapat ditebak pcrasaan moril dan susilanya, yaitu
perasaan yang dihayati bila is hams menentukan pilihan apakah hal itu baik atau bunk, benar
atau salah. Hati nurani bertindak sesuai dengan norma-norma kebenaran akan menjadikan
manusianya memiliki kejujuran, is akan menjadi manusia jujur. Sebaliknya orang yang secara
terus menerus berpikir atau bertindak bertentangan dengan hati nuraninya akin selalu
mengalami konflik balm, is akan terus mengalami ketegangan, dan sifat kepribadiannya yang
semestinya tunggal jadi terpecah. Keadaan demikian sangat mempengaruhi pada jasmani
mauptrn rokhaninya yang menimbulkan penyakit psikoneorosa. Perasaan etis atau susila ini antara lain wujudnya sebagai kesadaran akan kewajiban, rasa keadilan ataupun ketidakadilan. Nilai-nilai etis ini dikaitkan dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya.
Selain nilai etis yang ditujukan kepada sesama manusia, had nurani berkaitan erat jugs
dalam hubungan manusia dengan Tuhan. Manusia yang memiliki budi nurani yang amat
peka dalam hubungannya dengan Tuhan adalah manusia agama yang selalu ingat kepadaNya
sebagai gang Pencipta, selalu mematuhi apa yang diperintahkannya, berusaha untuk tidak
melanggaa laranganNya, selalu mensyukuri apa yang diberikanNya, selalu merasa dirinya
berdosa bila tidak menurut apa yang digariskanNya, akan selalu gelisah tidur bila belum
menjalankan ibadah untukNya.
Berbagai hal yang.menyebabkan orang berbuat tidak jujur, mungkin karena tidak rela, mungkin karena pengaruh lingkungan, karena sosial ekonomi, terpaksa ingin populer, karena sopan santun dan untuk mendidik.
Mochtar Lubis dalam bukunya Jalan Tak Ada Ujung, menggambarkan Guru Isa yang memiliki dasar kejujuran, pada suatu waktu karena desakan ekonomi berbuat curang juga. seperti kutipan di bawah ini :
. la telah selesai memeriksa buku-buku pelajaran murid-muridnya.
Buku-buku tulis itu disusunnya kembali baik-baik dan dimasukkannya
kedalam laci mejanya. Ketika tangannya memasukkan buku-buku itu
kembali matanya melihat bungkusan buku-buku tulis bare. Lima puluh
buah sebungkus, dan ada empat bungkus lagi tinggal. Buku tulis itu
mahal di luar. Dan dirumah uang telah habis. Jika diambilnya sebungkus,
tidak ada orang yang tahu, pikimya. Dan dengan uang itu dia akan
dapat membeli beras. Rasa malu menjalar ke dalam hatinya, ketika
pikiran ini melintas kekepalanya, "sampai bisa niat mencuri masuk ke
dalam kepalaku," pikimya, malu pada dirinya sendiri...
Setelah is tahu betul tak ada orang lagi, maka dengan lekas is berdiri,
pergi membuka almari. Dan dalam alman dikeluarkannya sepuluh buku
tulis bare, dimasukkan cepat-cepat kedalam tasnya. Setiap dia
melakukan perbuatan ini selalu timbul juga rasa malunya hams mencuri
demikian. Tetapi perasaan malu semakin tipis. Hari ini tidak begitu
terasa lagi sama sekali. Sebentar dia ingat kepada perkataan Hazil
yang mengatakan bahwa manusia bisa biasa pada apa saja. pada
kekerasan, pembunuhan. Juga pada pencurian ...
Dalam kehidupan sehari-haii jujur atau tidak jujur merupakan bagian hidup yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri.
Ketidakjujuran sangat luas wawasannya, sesuai dengan luasnya kehidupan dan kebutuhan hidup manusia.
Bagi seniman kejujuran dan ketidakjujuran membangkitkan daya kreatifitas manusia.
Banyak hasil Beni lahir dari kandungan peristiwa atau kasus ketidakjujuran. Hal ini, karena
dengan mengkomunikasikan hal yang sebaliknya manusia akan terangsang untuk berbuat
jujur.

Untuk mempertahankan kejujuran, berbagai cars dan sikap perlu dipupuk. Namun demi sopan santun dan pendidikan, orang diperbolehkan berkata tidak jujur sampai pada batas-batas yang dapat dibenarkan.

E. KECURANGAN
Kecurangan atau curang identik dengan ketidakjujuran atad tidak jujur, dan sama pula
dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur.
Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Atau, orang itu memang dari hatinya sudah bemiat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha ? Sudah tentu keuntungan itu diperoleh dengan tidak wajar. Yang dimaksud dengan keuntungan di sini adalah keuntungaq yang berupa mater. Mereka yang berbuat curang menganggap akan mendatangkan kesenangan atau keenakan, meskipun orang lain menderita karenanya.
Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan
yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya
dan senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita. Orang seperti itu biasanya tidak
senang bila ada yang melebihi kekayaannya. Padahal agama apapun tidak membenarkan
orang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan orang lain, lebih lagi
mengumpulkan harta dengan jalan curang. Hal semacam itu dalam istilah agama tidak diridhoi
Tuhan.
Bermacam-maacam sebab orang melakukaan kecurangan. Ditinjau dari hubungan
manusia dengan alam sekitamya, ada empat aspek yaitu aspek ekonomi, aspek kebudayaan,
aspek peradaban, dan aspek teknik. Apabila keempat aspek tersebut dilaksanakan secara
wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-nomia moral atau norma hukum.
Akan tetapi, apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka
manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar nonna tersebut dan jadilah kecurangan.
tentan g baik dan buruk Pujowiyatno dalam bukunya "filsafat sana-sini" menjelaskan bahwa
perbuatan yang sejenis dengan perbuatan curang, misalnya membohong, menipu, merampas,
memalsu dan lain-lain adalah bersifat buruk. Lawan buruk sudah tentu baik. Baik buruk itu
berhubungan dengan kelakuan manusia. pada diri manusia seakan-akan ada perlawanan antara
baik dan buruk. Baik merupakan tingkah laku, karena itu diperlukan ukuran untuk menilainya.
Namun sukarlah untuk mengajukan ukuran penilaian mengenai hal yang penting ini. Dalam
hidup kita mempunyai semacam kesadaran dan tahulah kita bahwa ada baik dan ada lawannya,
pada tingkah laku tertentu juga agak mudah menunjuk mana yang balk, kalau tidak balk tentu
buruk.
Dalam pewayangan soal baik dan buruk ini juga diajukan tidak secara teori, juga tidak ditunjuk jelas apakah yang menjadi ukuran baik. Namun terang sekali ajaran perwayangan secara konkrit, ksatria yang dianggap sebagai wakil kebaikan, kalau berperang melawan raksasa sebagai wakil kebalikan baik itu, tentu menang; tidak selalu segera, tetapi kemenangan terakhir tentulah pada kebaikan.
Malah ada beberapa sarjana yang mengatakan bahwa perwayangan itu hanya
menggambarkan peperangan antara yang balk dan buruk. Mungkin ini secara Barat banyak
benamya. Kanii katakan secara Barat, karena pikiran orang Barat suka kepada yang abstrak,
bedaku umum. Tetapi kalau ditinjau dari alam perwayangan itu sendiri, kami rasa kurang cocok, karena disini serba konkrit dan serba tertentu dan kalau hendak yang mencari yang umum dan konkrit itu, diserahkan saja kepada penonton wayang. Biasanya inipun tidak terlalu perlu, karena dalam tingkah laku yang sebenamya toh konkrit pula.
Dalam tingkah laku yang konkrit itu temyata masih sulit untuk membedakan mana
tingkah laku yang baik dan mana lagi yang sebaliknya. Mungkin saja dicarikan alasan-alasan
yang menerangkan bahwa yang buruk itu baik juga, tetapi akhimya toh akan nyata buruknya
juga. Dalam bahasa Jawa ada ungkapan "Becik ketitik, ala ketara" artinya yang baik akan
nampak, yang buruk akan nyata juga. Siapa yang baik, dan siapa yang buruk tingkah lakunya.
Pertunjukkan wayang dalam cerita-certinya itu sudah tua sekali dan pada waktu itu masih jaman feodal. Yang dianggap baik ialah raja. Raja tidak dapat keliru, serba benar dan serba baik.
Dalam perwayangan, yang baik ialah raja perwayangan, tidak semua raja, melainkan raja tanah Jawa, itulah yang sebenamya raja. Semua peristiwa dalam perwayangan terjadi di tanah jawa atau sehubungan dengan tanah jawa. mni tentu saja tidak perlu tanah jawa geografik sekarang ini, tetapi tanah jawa perwayangan.
Kalau demikian yang melawan tanah jawa itu yang hendak merusak dan menjajah, mau menfitnah, semuanya yang melawan raja itu berarti melawan yang baik dan dengan demikian buruklah is sehingga akhimya tentu kalah juga.
Dalam perwayangan, terutania wayang purwa, lakon-lakon diangkat dari siklus Pandawa sebab raja-rajanya itu menurut kepercayaan mereka juga keturunan Wisnu. Dalam lakon-lakon itu, Pandawa juga selalu baik, serba jujur, tulus, kuasa tetapi sederhana, suka memberi pertolongan juga kepada dewa kalau ada kesulitan..
Sebaiknya, kurawa merupakan penjelmaan buruk, tidak jujur, tidak tahu apa-apa, tidak dapat berperan, kalau berperang selalu kalah. Rajanya waktu hendak kawin saja harus ditolong oleh Haijuna.
Penasehatnya, Pandita Drona, itupun bukan pendeta yang jujur, bukan ahli tapa, tetapi in had, congkak. Hanya pembicaraannya yang muluk-muluk, tetapi sebetulnya tak berarti sehingga is bukanlah pendeta yang sebenamya karena tidak mencari kebenaran.
Yang diutarakan diatas tidak itu tidak semuanya sesuai dengan cerita dalam sumber cerita itu. Penjelasan itu hanya bertujuan menerangkan adanya perlawanan baik dan buruk, dan perlawanan ini total, lebih dari bumi-langit atau terang dan gelap, melainkan baik lawan tidak baik, buruk.
Dalam cerita-cerita itu selalu secara konkret diperlihatkan bahwa orang yang buruk selalu terkalahkan oleh yang baik (akan tetapi adakah ukuran mengenai kebaikan dan keburukan pada umumnya sehingga suatu tindakan yang sesuai dengan ukuran itu dapat dikatakan baik dan yang tidak sesuai adalah buruk ?) kalau ukuran itu umum, maka kebaikan dan sebaliknya juga umum dan abstrak.
Dalarn perwayangan pertunjukkan ini serba konkret. Masalahnya bagaimana silih berganti baik dan buruk. ?
Dalarn siklus Rama, secara konkret terang sekali Rama berlawanan dengan Rahwana. Rahwana merupakan penjelmaan buruk. Tindakan Rahwana itu bagi orang kebanyakan jelas tidak baik, karena is mencuri istri Tama.
Peperangan antara Rama dan Rahwana ketika kerajaan Rahwana diserbu oleh Rama,
menyebabkan banyak pahlawan negara Alengka (kerajaan Rahwana) gugur, baik anak Rahwana
maupun saudaranya. Masih ada dua saudara yang gagah dan Sakti, yaitu Wibisana dan
Kumbakama. Wibisana yakin bahwa tindakan kakaknya (Rahwana) itu tidak baik. Pada
waktu is diminta kakaknya untuk berperang melawan Rama, is tidak mau, malahat
is
menasehati kakaknya supaya segera tunduk kepada Rama, penjelmaan Wisnu itu, serta
mengembalikan istrinya. Rahwana marah sekali dan mengusir Wibisana. Wibisana pergi, dan
pergilah is ke Rama menganut keyakinannya bahwa perang itu perang yang tidak baik.
Baginya membela negara tak mungkin karena itu tidak baik pula, sebab rajanya tidak baik.
la yakin bahwa Rama penjelrnaan Wisnu, penyelenggara alam serta dunia. Patutlah kalau
Wibisana mengabdi Rarna sebab is terikat oleh yang baik, is hares mengikuti kebaikan.
Kumbakama adalah seorang panglima, ahli perang dan amat jujur. la tahu bahwa
kakaknya kepala negara yang tidak baik sifatnya, baik sebagai kepala negara maupun sebagai
manusia. lapun dipanggil raja serta diperintah, untuk melawan Rama yang menyerbu negaranya.
Kumbakama tahu akan perintah itu, dan ia" tahu is akan kalah, akan tetapi is lebih dulu
mengatakan bahwa tingkah laku kakaknya itu tidak baik. Jalan yang paling jujur untuk
menyelamatkan negara ialah mengembalikan istri Rama kepada yang bethak.
Rahwana amat marah dan mengungkit-ungkit kemuliaan dan keagungan yang telah diberikan kepada Kumbakama, karena itu is wajib melakukan segala perintahnya. Kumbakama mengembalikan segala kernuliaan dan keagungan itu, sebab is tidak mengabdi untuk kemuliaan; dalam wayang diceritakan, bahwa Kumbakama memuntahkan segala makanan yang telah diterimanya di hadapan rajanya.
Nwnum Kumbakama berangkat juga kemedan perang bukan membela kakanya tetapi
membela negara sebagai warisan dari nenek moyangnya, dan gugurlah ia. Dalarn pewayangan
sikap kedua satria itu sangat terhomiat, walaupun berlawanan; yang seorang mengikuti musuh
yang seorang gugur dalam medan perang. Tetapi kedua-duanya mempunyai alasan pribadi;
Kumbakama beralasan, bahwa perang untuk memenuhi kewajiban sebagai panglima, benar
tidaknya urusan itu bukan urusan dia, melainkan urusan panglima tertinggi yaitu raja.
Wibisana berkeyakinan bahwa orang hares mengikuti Wisnu karena Wisnu itu penyelamat dunia dan barang siapa merongrong keselamatan dunia is akan musnah dari dunia, walaupun itu saudara sendiri.
Alasan Kumbakama lebih masuk akal. is berangkat ke medan perang untuk memenuhi kewajibannya sebagai panglima, apakah akibatnya, is akan gugur, itu bukan pertanyaan baginya. Waktu is dengan laskamya melewati perbatasan negaranya untuk menghadapi musuh, dewa-dewa menghomiati dia dengan menghujankan wangi-wangian.
Waktu Wibisana melintasi perbatasan untuk mengabdi diri kepada Rama, penjelmaan Wisnu, malakukan dan mengikuti kebenaran dengan tidak memperdulikan kata orang dan kemarahan kakanya yang juga rajanya, dewa-dewa mengangakan mulutnya kagurn atas itikad baik pahlawan itu.
F. PEMULII-IAN NAMA BAIK
Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar namanya tetap baik. Lebih-lebih jika is menjadi teladan bgai orang/tetangga disekitamya adalah suatu kebanggaan batin yang tak temilai harganya.
Ada peribahasa berbunyi "daripada berputih mata lebih baik berputih tulang" artinya orang lebih baik mati dari pada malu. Betapa besar nilai nama baik itu sehingga nyawa menjadi tanihannya. Setiap orang tua selalu berpesan kepada anak-anaknya "jagalah nama keluargamu!" Dengan menyebut "nama" berarti sudah mengandung arti "nama baik". Ada pula pesan orang tua "jangan membuat mall' pesan itu juga berarti menjaga nama baik. Orang tua yang mengbadapi anaknya yang sudah dewasa sering kali berpesan "laksanakan apa yang kamu anggap baik, dan jangan kau laksanakan apa yang kau anggap tidak baik!". Dengan melaksanakan apa yang dianggap baik berarti pula menjaga nama baik dirinya sendiri, yang berarti menjaga nama baik keluarga.
Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan nama baik atau tidak baik itu adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dirnaksud dengan tingkah laku dan perbuatan ltu, antara lain cars berbahasa, cars bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan-perhuatan yang dihalalkan agama dan lain sebagainya.
Tingkah laku atau perbuatan yang baik dengan nama baik itu pada hakekatnya sesuai dengan kodrat manusia, yaitu :
a) manusia menurut sifat dasamya adalah mahluk moral
b) ada aturan-aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan
         dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut.

Pada hakekatnya, pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan ahlak.
Ahlak berasal dari bahasa Arab akhlaq bentuk jamak dari khuluq dan dari akar kata ahlaq yang berarti penciptaan. Oleh karena itu, tingkah laku dan perbuatan manusia harus disesuaikan dengan penciptanya sebagai manusia. Untuk itu, orang harus bertingkah laku dan berbuat sesuai dengan ahlak yang baik.
Ada tiga macam godaaan yaitu derajat/pangkat, harta dan wanita. Bila orang tidak dapat menguasai hawa nafsunya, maka is akan terjerumus ke jurang kenistaan karena untuk memiliki derajat/pangkat, harta dan wanita itu dengan mempergunakan jalan yang tidak wajar. Jalan itu antara lain, fitnah, membohong, suap, mencuri, merampok, dan menempuh semua jalan yang diharamkan.
Hawa nafsu dan angan-angan bagaikan sungai dan air. Hawa nafsu yang ddak tersalurkan melalui sungai yang baik, yang benar, akan meluap kemana-mana yang akhimya sangat berbahaya. menjerumuskan manusia ke lumpur dosa.
Ada godaan halus, yang dalam bahasa jawa, adigang, adigung, adiguna, yaitu membanggakan kekuasaan, kebesarannya dan kepandaiannya. Semua itu mengandung arti kesombongan.
Untuk memulihkan nama baik, manusia harus tobat atau minta maaf.Tobat dan mints maaf tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat budi darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepada sesama hidup yang perlu ditolong dengan penuh kasih sayang, tanpa pamrih, takwa kepada Tuhan dan mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.

G. PEMBALASAN
Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. reaksi itu dapat berupa perbuatan
yang senipa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang.
Sebagai contoh, A memberikan makanan kepada B. Di lain kesempatan B memberikan minuman kepada A. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan serupa, dan ini merupakan pembalasan.
Dalam Al-Qur'an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan. Bagi yang bertakwa kepada Tuhan diberikan pembalasan dan bagi yang mengingkari perintah Tuhanpun diberikan pembalasan dan pembalasan yang diberikanpun pembalasan yang seimbang, yaitu siksaan di neraka.
Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat balasan yang bersahabat. Sebaliknya, pergaulan yang penuh kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula.
Pada dasamya, menusia adalah mahluk moral dan mahiuk sosial. Dalam bergaul, manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah pebuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia lain.
Oleh karena tiap manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.

No Response to "MANUSIA DAN KEADILAN"

Posting Komentar


Supported by Doteasy.com -The Free Web Hosting Provider
Wordpress Theme by Graph Paper Press

Copyright 2010 by Work-a-holic Blogger Template.
Blogger Template by Blogspot Templates